SEKILAS INFO
  • 4 tahun yang lalu / Infak Keluarga Besar SMK Muh. Bligo 5.000.000
  • 4 tahun yang lalu / Infak SMK Muhammadiyah Karanganyar 693.000
  • 4 tahun yang lalu / Infak Peduli Banjir Jabodetabek Sutiknyo 50.000
WAKTU :

Harga Emas Naik Berlipat, Apakah Nishob Zakat Berubah?

Terbit 8 Desember 2020 | Oleh : Muhammad Dwi Fakhrudin | Kategori : Inspirasi
Harga Emas Naik Berlipat, Apakah Nishob Zakat Berubah?

Menghitung ulang nisab zakat profesi

Oleh: Dr. Muh. Nursalim (Dewan Syariah Lazismu Sragen)

Harga emas tembus satu juta per satu gram. Kata ahli, ini dampak dari pandemi covid-19 yang melesukan sektor riil sehingga para pemilik uang enggan investasi di sektor tersebut. Juga tidak tertarik menyimpan kekayaannya dalam bentuk mata uang tetapi memilih berinvestasi emas. Karena banyak permintaan hargapun membumbung tinggi.

Meroketnya harga emas ini ternyata berdampak pula pada penghitungan nisab zakat profesi. Jika harga emas satu gram Rp.500.000 seseorang yang berpendapatan sebulan Rp.3.542.000 sudah terkena kewajiban zakat. Sebab nisab zakat profesi itu dikiaskan dengan emas, yaitu 85 gram. Sekarang harga emas sudah naik berlipat, sehingga perlu perhitungan ulang ketentuan zakat yang distandarkan dengan barang tersebut.

Merujuk KBBI, profesi adalah pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu (ketrampilan dan sebagainya). Termasuk di antara profesi adalah Aparatur Sipil Negara. Hal ini juga ditegaskan oleh Undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ayat (1) yang mengatakan, “Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah”.

ASN mendapatkan gaji sesuai dengan aturan tertentu. Dibayar di awal bulan yang sedang berjalan. Sistem penggajian seperti ini lebih maju dari pekerja di sektor swasta, di mana umumnya mereka digaji di akhir pekan atau akhir bulan. Bekerja dulu baru kemudian dibayar upahanya. Tetapi untuk ASN dibayar dahulu baru bekerja.
Selain ASN, TNI, polri dan para pekerja di sektor swasta juga termasuk kategori profesi, sehingga ketentuan zakat dari pendapatannya merujuk pada emas. Baik nisab maupun kadarnya. Walaupun mungkin cara penggajiannya berbeda-beda. Bahkan di kalangan swasta pelakunya sering disebut kaum profesional.

Jika memperhatikan cara memperoleh pendapatannya. Zakat profesi tidak ditemukan ayat alqur’an dan hadis yang secara langsung menentukan berapa ketentuan nisab dan kadar zakatnya. Hal ini berbeda dengan zakat kambing, sapi dan onta. Atau emas dan rikaz (barang temuan). Atau zakat hasil pertanian. Dimana secara tauqifi Rasulullah saw menentukannya.

Sebagai misal untuk zakat pertanian beliau bersabda: Dari Salim bin Abdillah dari bapaknya ra, dari Nabi saw bersabda, “ pada tanaman yang diairi dengan air hujan, mata air atau air tanah maka zakatnya sepersepuluh. Adapaun yang diairi dengan tenaga maka zakatnya seperduapuluh atau lima persen. (HR. Bukhari)

Untuk zakat profesi tidak ada hadis seperti di atas. Maka jika menggunakan dalil leterlij, penghasilan dari profesi itu tidak kena kewajiban zakat. Padahal secara nominal terkadang tingkat pendapatannya jauh melebihi dari petani dan peternak.
Tentang zakat profesi ini adanya adalah dalil secara umum. Misalnya yang difirmankan Allah sebagai berikut:

Wahai orang yang beriman, nafkahkanlah dari sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan dari yang engkau keluarkan dari bumi untuk kamu. (Al Baqarah: 267)

Karena kondisi seperti itu para ulama kemudian mengkiaskan penghasilan dari profesi itu dengan pertanian. Ada pula yang menganalogkan dengan emas dan perak. Bahkan juga ada yang mengkiaskan dengan zakat pertanian dan emas sekaligus.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 3 tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan. Memutuskan bahwa nisab zakat penghasilan itu setara dengan 85 gr emas. Adapun kadarnya adalah 2,5 %.
Hal itu merujuk pendapat Yusuf Qardhawi yang menjelaskan bahwa gaji itu berupa uang, dan uang pada mulanya adalah emas. Karena itu MUI menyamakan gaji profesi dengan emas.

Cara penghitungannya, tinggal mengalikan 85 gr dengan harga emas. Misal harga emas itu Rp. 500 ribu maka nisab penghasilannya adalah Rp. 42.500.000. Haulnya satu tahun. Artinya jika penghasilan seseorang dalam satu tahun mencapai angka tersebut maka ia telah mencapai kewajiban zakat.

Tetapi ada juga yang menganalogkan zakat penghasilan itu dengan dua hal sekaligus yaitu zakat pertanian dan emas. Nisabnya disamakan dengan zakat pertanian yaitu 653 kg padi. Sebab gaji itu cara memperolehnya seperti panen padi. Yaitu setiap masa tertentu.

Cara menghitungnya adalah mengalikan 653 kg dengan harga padi saat itu. Misalnya jika harga padi Rp. 5000 maka nisab zakat profesi adalah Rp. 3.265.000. jika seseorang besar gaji bulanannya mencapai angka tersebut maka ia telah terkena kewajiban zakat.

Mengapa nisabnya dikiaskan dengan zakat pertanian ?. Karena pendapatan seorang profesional itu setiap bulan berdiri sendiri, tidak terkait dengan pendapatan sebelum dan sesudahnya. Begitu pula pertanian, penghasilannya tidak terkait dengan masa tanam sebelum dan sesudahnya.

Adapun kadar zakatnya, dikiaskan dengan emas. Karena uang itu pada mulanya adalah berupa emas. Seperti kita ketahui, kadar zakat emas adalah 2,5 persen. Maka zakat gaji profesi adalah 2,5 persen. Dikeluarkan setiap bulan.

Menggunakan analog zakat profesi dengan zakat pertanian dan zakat emas sekaligus ini disebut qiyas syabah. Yaitu, qiyas yang fara’ (cabang) dapat dikiaskan kepada dua ashal (pokok) atau lebih. Al Amidi dalam kitab Al Ahkam fi Ushulil Ahkam memberi contoh hukum orang yang merusak anggota badan budak.

Budak itu dapat dikiaskan dengan dua hal sekaligus, yaitu manusia merdeka dan hewan. Disamakan dengan manusia merdeka kerena budak itu juga manusia. Tetapi dikiaskan dengan hewan juga bisa karena budak itu meskipun manusia tetapi kedudukanya seperti hewan. Dapat dijual, dapat dimiliki, dapat diwariskan dan dapat dihadiahkan.

Nisab dan kadar zakat profesi adalah ranah ijtihad. Hasil ijtihad itu sering kali tidak sama. Karena itu serahkan saja kepada ahlinya. Yaitu para ulama yang memiliki kompetensi untuk urusan tersebut. Setelah itu bismillah. Silahkan memilih pendapat yang sesuai dengan hati nurani. Kemudian baru menjalankannya.

Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 31 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas PMA nomor 52 tahun 2014 tentang syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah serta pendayagunaan zakat untuk usaha produktif, pada pasal 26 menyebutkan bahwa, nisab zakat pendapatan senilai 85 gram emas. Dalam konsideran peraturan tersebut merujuk pada fatwa MUI nomor 3 tahun 2003.

Baznas selama ini juga mengikuti fatwa MUI. Yaitu menyamakan penghasilan profesi dengan emas. Sehingga menetapkan nisab gaji ASN dan para pofesional setara dengan 85 gr emas. Adapun kadarnya adalah 2,5 persen. Kebijakan ini tidak menutup kemungkinan untuk berubah, karena mengambil satu ijtihad ulama kemudian berganti mengikuti ijihad ulama yang berbeda dibolehkan. Begitu pendapat Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa.

Pemakaian fatwa MUI tentang zakat profesi saat ini menjadi dilematis. Jika tetap mengkiaskan dengan emas maka banyak muzakki yang terbebas dari kewajiban zakat. Karena gajinya belum genap satu nisab, sebagai syarat wajibanya harta terkena zakat.

Pada tanggal 17 Agustus 2020 harga emas 1.030.000 / gram. Bila dihitung untuk menentukan nisab zakat profesi maka nisab zakatnya adalah Rp.87.550.000. Dengan demikian seseorang yang pendapatan perbulan Rp.7.295.833 sudah terkena kewajiban zakat. Padahal jarang sekali ASN dan pekerja swasta yang memiliki gaji bulanan sebesar itu.

Di tengah krisis ekonomi saat ini banyak bermunculan orang miskin baru, sehingga peran lembaga pengelola zakat seperti Baznas dan LAZ sangat dinantikan. Padahal pada saat yang sama jaring untuk “menangkap” muzakki semakin lebar. Hanya mereka yang bergaji tujuh juta lebih perbulan yang terkena kewajiban zakat. Jika pendapatan kurang dari angka tersebut mereka “merdeka” dari membayar zakat.

Maka talfiq mazhab menjadi pilihan. Merubah rujukan hukum dari yang semula fatwa MUI beralih kepada pendapat fikih klasik. Itulah yang dilakukan Baznas di era pandemi. Yaitu dengan mengeluarkan Surat Keputusan nomor 36 tahun 2020. Tentang nilai nisab zakat pendapatan dan jasa dan penghasilan tidak kena zakat dalam rupiah tahun 2020. Pada keputusannya disebutkan:

“Mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia dan pilihan kemaslahatan sosial yang lebih luas serta harga emas yang tinggi fluktuasinya maka nisab zakat pendapatan dan jasa pada tahun 2020 dipilih dan diterapkan mengacu pada nilai kadar perak sebesar 595 gram atau Rp 5.300.000/bulan”

Pemilihan perak sebagai ukuran nisab baru karena logam ini juga termasuk nuqud, yaitu benda untuk menyimpan kekayaan dan alat tukar. Sehingga ayat terkait ancaman pengingkar zakatpun disebut dalam satu paket.

“Dan orang-orang yang memyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkan di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih” (At Taubah:34)

Ketua baznas pertama kali, Didin Hafifuddin dalam karyanya, Zakat dalam perekonomian modern juga menyebut perak sebagai salah satu benchmark menentukan nisab zakat profesi. Begitu pula dalam kitab Fatwa Syabkah Al Islamiyah, sang mufti yaitu Abdullah Alfaqih menyatakan hal yang sama.

Dalam fikih klasik, pendapatan dari profesi itu disebut al mal almustafad. Semua ulama mazhab berpendapat bahwa penghasilan profesi yang belum mencapai nisab tidak wajib dizakati. Begitu tulis Wahbah Zuhaili dalam Al fiqhu Al Islami wa Adillatuhu. Karena itu menghitung ulang nisab zakat profesi mendesak dilakukan. Agar terjadi kepastian hukum.

Bagi muzakki dengan adanya kepastian nisab ia jelas dalam mendermakan hartanya. Jika telah sampai nisab diniatkan membayar zakat dan bila belum sampai niatnya berubah menjadi sedekah. Bagi amil zakat akan mentasarufkan amanahnya sesuai dengan asnaf yang telah ditentukan Allah. Bila harta zakat merujuk surat at taubah: 60 sedangkan jika sedekah dan infaq pentasarufannya lebih luas dan luwes.

Muzakki dan amil butuh kepastian hukum, walaupun masyarakat penerima manfaat tidak pernah menanyakan sumber harta yang mereka terima. Bagi mereka zakat dan infaq tidak ada bedanya. Karena jika mereka menerima sembako dari amil zakat rasanya sama saja antara sembako dari uang zakat dengan sembako infaq.

Hukum islam itu luwes, karena ada kaidah taghayuril ahkam bi taghayuril azman wal amkinah ( berubahnya ketentuan hukum dapat terjadi karena adanya perubahan waktu dan tempat). Emas dan perak sama-sama nuqud. Qaul qadim baznas menjadikan emas sebagai benchmark zakat profesi sedangkan qaul jadid merubahnya menjadi perak.

Ketentuan nisab baru ini bukan modus baznas agar tetap memperoleh pemasukan tetapi seperti termaktup dalam putusannya, “demi kemaslahatan sosial yang lebih luas”.

Dengan ketentuan baru ini mungkin ada muzakki yang balik badan, karena kekeh dengan fatwa MUI. Secara hukum sikap seperti itu sah – sah saja. Akan tetapi di tengah musibah nasional sekarang ini solidaritas sosial sangat dinantikan. Karena itu kalaupun ada yang merasa terbebas dari kewajiban membayar zakat karena gajinya di bawah nisab, sebaiknya infak dan sedekah tetap dilakukan. Wallahu’alam

SebelumnyaPower of Wakaf. Haji Ahmad Roemani, Buruh, Kopral yang namanya menjadi nama RS Roemani Semarang. SesudahnyaAdab Mengeluarkan dan Menerima Harta Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf

Tausiyah Lainnya

Hubungi kami
Butuh Bantuan?
Assalamu'alaikum, Ada yang bisa kami bantu ?
Powered by